aku pikir mencintai itu mudah, indah dan penuh warna. aku sepertinya berharap terlalu banyak dari bisa mencintai seseorang. semua tetap tidak semudah itu.
mencitai itu tidak selalu berwarna merah, kuning atau orange. seringkali dia berwarna hitam, putih atau abu-abu. bahkan kini seringkali aku menemukan diriya tanpa warna. transparan dan tidak terlihat. aku merindukan cinta berwarna merah muda lagi. terang dan ceria.
mencintai itu tidak selalu sebebas balon-balon yang kau terbangkan di udara. aku sedang menemukan cinta yang aku rasakan sepertinya terjebak di balik jeruji besi di ruangan berukuran kecil. aku terjebak, dan tidak lagi bisa mengungkapkan betapa aku selalu ingin mencintainya dengan rasa yang sebebas-bebasnya.
mencintai itu tidak selalu seterang seperti ketika kau berada di atas panggung penuh cahaya. terkadang aku merasakan betapa cintaku hanya seterang cahaya lilin yang mulai meredup. dan bahkan di beberapa waktu aku merasa cintaku tak lagi terlihat bercahaya. terlalu redup. terlalu gelap.
mencintai itu tidak selalu seriang ketika kau tertawa bersama seperti saat awal kalian bersama. kali ini aku merasa air mata seperti enggan untuk digantikan. kali aku merasa sengguk tangisku telah menggantikan nafasku yang pendek-pendek. aku, seperti memiliki hobi menangis untuk menggantikan hobi menulisku.
dulu aku pikir mencintai kamu semudah tertawa lepas saat kita bercanda di setiap malam. aku pikir mencintai kamu begitu aneka warna seperti saat kita mengambil gambar-gambar cantik dengan digital camera. aku pikir mencintai kamu sebebas saat kita mengucapkan rindu dan sayang dengan tulisan yang terkirim lewat pesan singkat.
aku masih mencoba untuk mencintai kamu sebebas itu. masih mencoba menganggap mencintai kamu adalah warna merah seperti warna kesukaanku. mencintai kamu adalah tawa tanpa air mata. mencintai kamu adalah cahaya terang yang aku lihat dari pantulan cahaya bulan. mencintai kamu adalah harapan yang aku lantunkan setiap kali aku melakukan monolog diatas sajadah.
0 komentar:
Posting Komentar