Saya memahami benar, ketika kita memasuki satu fase yang
lebih tinggi, itu berarti ada banyak tolok ukur yang harus diubah. Ada banyak
target yang harus dirubah. Ada pola pikir dan cara berlaku yang harus dirubah.
Ada banyak limitasi yang harus dirubuhkan sebelum membuat kita terjebak dalam
satu istilah anak muda “gagal move on”.
Mengikuti program Management Trainee membuat saya banyak
belajar. Bahwa untuk dikenal, hanya perlu 3 hal. Baik, Buruk, atau Unik (kalau
kalian tidak mau disebut aneh). Life’s about choosen. Saya memilih untuk
menjadi unik. Saya tidak baik, karena saya tau masih ada satu dua pihak yang
memiliki rasa tidak suka terhadap saya. Pun tidak buruk karena toh selalu ada
yang mengajak saya tersenyum dan bercanda setiap harinya. Saya memilih untuk
menjadi unik, berbeda dari yang lain. Tapi toh saya pun tidak memaksa agar semua orang menyukai saya. I thank Rabb for this. To be an apathetic.
Menjadi unik berarti menjadi orang yang tidak biasa. Menjadi
tidak biasa berarti harus memberikan effort lebih agar bisa lebih disadari
ke-ada-annya. Saya mencoba untuk memberikan yang terbaik dari apa yang saya
punya. Loyal adalah makanan yang sudah saya terima sejak saya SMA. Jujur telah
menjadi bayangan saya sejak saya mulai menggunakan seragam. Peduli telah
menjadi kepribadian awal yang diperkenalkan orang tua saya sejak saya kecil.
Now welcome to professional world. Saya sudah berhasil
melalui 3 bulan awal adaptasi saya yang begitu berat. Dan sekarang saya
dihadapkan pada keadaan bahwa keprofesionalan itu sangat mahal harganya. Tidak
akan bisa didapatkan di training mahal manapun. Bahwa keprofesionalan itu adalah
bagian dari kepribadian yang telah terbentuk sejak lama.
Profesional bukan hanya perkara memisahkan urusan pribadi
dan urusan bisnis. Profesional bukan perkara manajemen waktu. Profesional bukan
hanya perkara pengaturan skala prioritas. Profesional membutuhkan lebih dari
itu. Profesional membutuhkan dedikasi khusus. Profesional itu attitude,
Profesional is a personality.
Saya merasakan benar bahwa ternyata begitu banyak hal yang
saya temukan ketika saya bekerja. Saya
merasakan bahwa ternyata memang benar banyak kejadian saling sikut dalam dunia
kerja demi bisa mendapatkan nama atau umm....lebih dianggap ada mungkin. Saya
merasakan bahwa ketika semua orang bisa menggunakan 2 topeng dalam waktu yang
sama. Saya juga merasakan bahwa ketika menjadi seorang pemimpin itu tidak bisa
disukai oleh seluruh bawahannya. Jarang ada pimpinan yang bisa melakukannya. Pun
Rasulullah SAW.
Memasuki dunia kerja, berarti juga harus siap melepas segala
atribut tentang almamater dan kota kelahiran. Terlebih Jakarta. Kota yang
terlalu plural. Karena terlalu plural, sehingga semua terasa sama. Plural bukan
berarti berlomba-lomba untuk membentuk satu komunitas yang mayor dan
menyingkirkan yang marjinal. Plural berarti harus memiliki effort lagi untuk
bisa saling menghargai satu sama lain. Menghargai, bukan mengabaikan, apalagi
saling menjatuhkan.
Selamat datang di kehidupan yang sebenarnya. Ketika kamu akan
semakin sulit menemukan sahabat. Ketika semua orang yang berotasi dalam
keseharianmu hanyalah orang-orang dengan kepentingan khusus dan akan menghilang
setelah kebutuhannya terpenuhi. Ketika hal-hal bodoh yang menjadi kesenanganmu harus dipikirkan 2 atau 3
kali lebih banyak untuk melakukannya.
Untuk orang-orang idealis dan perfectionist seperti saya,
pencitraan adalah segalanya. Saya enggan terlihat buruk. Sekalipun saya
akhirnya terlihat buruk, saya harus mempercayai bahwa saya telah melakukan hal
yang benar untuk golongan yang lebih besar. Dan tahukah kalian, membentuk
pencitraan di dunia kerja, lebih sulit dibandingkan menciptakan pencitraan di
depan calon mertua.
0 komentar:
Posting Komentar