major of us pasti pernah nonton Detective Conan kan ya? nggak, gw nggak kepengen bahas ada berapa seri dari komik kartun ini karena jujur aja gue bukan ornag yang BISA (diingat, bisa, bukan suka) baca komik. baru baca 4 halaman aja gw udah mutah2. ga tau gimana ngurutin itu percakapan yang ada banyak banget dalam satu kotak gambar.
tau kan dua aktor utamanya si Shinichi Kudo sama Ran Mouri. ever imagine kalau orang-orang yang jatuh cinta di dunia ini semua semanis Ran dan Shinichi?
gimana seorang cewek secantik Ran Mouri bisa begitu setia nunggu Shinichi yang dia nggak pernah tau ada dimana dan entah gimana keadaannya, dan dengan siapa dia idup sekarang. but she always there, in Tokyo, waiting for uncertainty. Shinichi, dengan segala keterbatasannya dan mengedepankan keamanan si Ran Mouri dia harus bisa nahan buat bisa ketemu sama Ran, protect her from the distance, make her sure that he'll back, dan itu cuma bisa dia lakuin lewat telepon?
kisah cinta ini menurut gue bahkan lebih humanis daripada kisah Romeo Juliet atau Usagi dan Tuxedo Bertopengnya. they live in trustiness and believe in their instinct (kalo ga bisa disebut percaya sama keyakinannya) ONLY. bisa nggak sih manusia jaman sekarang ngelakuin itu? cuma ada sebuah komitmen saat SMA, cuma sebatas tau aja kalo mereka saling suka, and that's all gitu. mereka ngejalaninnya dengan penuh kesetiaan dan kegalauan yang begitu rapi tersembunyi.
bahkan ketika akhirnya mereka bisa berkomunikasi pun, nggak ada sedikitpun kemarahan yang keluar karena udah sekian lamanya nggak dihubungin. all is about worry and longing. no anger even a little. Ran yang begitu setia bahkan hanya bisa menangis tanpa bisa bilang betapa rindunya dia dengan Shinichi. oh, itulah kenapa cerita non fiksi itu disebut non fiksi. karena semua itu cuma ada di dalam imajinasi. bukan cerita yang nyata.
dari sini gw jadi bercermin sama diri sendiri. betapa seringnya gw mengeluh ketika seseorang yang lagi gue butuhin sibuk. betapa sering gue marahnya ketika orang yang gue tungguin akhirnya nongol. betapa seringnya gue menuduh orang yang gue sayangin ngelakuin hal yang, nggak gue pengenin buat terjadi (walau akhirnya beda cerita di kisah yang terakhir karena kejadian juga). betapa seringanya gue sendiri terkadang berfikiran untuk meninggalkan seseorang yang penuh ketidakpastian. ah, sungguh untuk menjadi setia itu sulit. Allah saja aku khianatin, apalagi manusia...
0 komentar:
Posting Komentar