aku lupa kapan aku bisa bercerita bahagia tentang hujan. aku dan hujan. aku tidak pernah terlalu suka dengan hujan selain aroma tanah basah yang keluar dari permukaan aspal yang panas saat tetesan air pertama kali menyentuhnya. aku mencoba mengenangnya lagi seperti sebuah dongeng pengantar tidur.
saat itu sebuah sore ketika kami sedang sibuk saling mencela di dalam mobil membelah kepadatan Kota menuju masjid raya di satu sisi Kota Semarang. hingga tiba-tiba beberapa tetes air jatuh menghalangi pandanganku melihat lampu-lampu jalan yang mulai menyala redup. dan sampailah kami di pelataran masjid. aku memandang ke salah satu sisi yang pernah meninggalkan sedikit cerita tentang masa laluku dulu. aku memandang ke puncak menara dan kubah masjid bergantian. sembari tersenyum dalam hati aku bisa berkata, "hai, aku datang lagi. dan aku tak lagi terluka melihat kalian. dan tidak mau terluka lagi karena kalian. sampai jumpa kenangan...". tak ada lagi desah nafas panjang seperti biasanya.
cerita berlanjut ketika kami sedang duduk bersiap untuk makan di salah satu tenda di kawasan Pecinan. sampai akhirnya hujan kembali datang dengan ceria membasahi kami berdua. membuat kami basah sambil menyantap sendok demi sendok demi mengisi perut yang kelaparan. dan kami pun kembali ke dalam mobil dengan bantuan sepasang kaki perkasa seorang pengayuh becak yang begitu mulia mengantar kami. sambil tertawa dan mengeringkan badan kamu berkata, "maaf ya, jadi basah.. Aku ngga pernah ngehujan-ujanin anak orang begini". dan dengan tawa kali ini aku menjawab, "ah, aku pernah lebih parah. hujan dengan motor sepanjang Jogja - Solo jauh lebih basah dari ini". Aku, tidak terluka mengenang cerita itu. pun tak pula merindukan dia yang berkata hal yang sama bahwa itu adalah kali pertama menembus hujan bersama seorang perempuan, saat kami berjalan sepanjang Jogja - Solo. dengan riang dalam hati aku berkata, "Dear future I'm ready, to get wet again..."
dan aku sadar bahwa aku sebenarnya telah melangkah lebih jauh dari yang aku mampu saat kami duduk di salah satu meja di sisi tembok sebuah cafe. menghadap secangkir latte panas, dia banyak bercerita tentang kehidupannya dengan sesekali tergelak dan terlihat begitu gemas kepada sedotan yang diputar-putarnya menghancurkan latte art yang dibuat si bartender dengan susah payah. aku tak terlalu memperhatikan keadaan sekeliling. sepertinya hujan sempat turun lagi dengan ceria, setia mengikuti kemanapun kami pergi. ah, tak ada yang aku perhatikan lagi selain menyadari bahwa aku telah berani lagi memandang ke sepasang mata milik seorang bala adam. entah setelah berapa lama. aku tak tahu bagaimana mengatakannya. tapi rasanya benar-benar menyenangkan tenggelam di dalamnya. sama menyenangkannya dengan efek hangat dari cokelat panas yang masuk melalui tenggorokanku.
Aku masih menikmati segelas kopi dan membaca satu per satu barisan-barisan pesan yang masuk ke seluler qwerty putih di meja makan. sembari mengenang kejadian beberapa waktu lalu. hujan, Hot Chocolate dan kamu.
Me : You choose the wrong time to fix me
Reply : I know. But let it go. Let's set a new destination. Where we're going. I'll help you so your heart doesn't waver.sepertinya sudah saatnya berbenah. maaf masa depan, aku terlalu lama membuka pintu. masih bolehkah aku bertemu denganmu lagi?
------------------------------------------------------
Inspired by some texts this morning.
No matter it's true or fiction story, well now I'm ready to find My Future :)
Remember this sentence: "there's never been 9 and 10 pages without the first page. So enjoy every moment you've done and correct it.
BalasHapuscopied :)
Hapus