Home

15 Jul 2014

No more cybercrime, Please :(

Selamat sore, para penikmat linimasa

Seru ya menikmati linimasa semua jejaring sosial ketika isu-isu politik dan sosial sedang banyak beredar di masyarakat. Dari yang pro dan kontra, dari saling puji dan cela, dari unggahan gambar lucu hingga tak senonoh, dan juga pesan yang etis hingga tak etis.

Akhir-akhir ini penyebaran informasi terasa semakin bebas, selain juga terasa semakin terasa begitu pesat. Siapa yang merasa bahwa pada Pemilu Capres-Cawapres kali ini, Indonesia terasa sekali sedang pesta demokrasi. Dimana pesta demokrasi ini terasa begitu puncaknya setiap kali debat capres berlangsung. Dari berbagai komentar dan unggahan-unggahan gambar di berbagai medsos yang begitu mudah dibaca oleh siapapun, dapat kita rasakan pesta ini memang tidak hanya dinikmati oleh semua yang menggunakan bendera partai. Tapi bahkan anak sma yang rajin hura-hura seperti saya (laaaah.....).

Ada beberapa perasaan yang muncul dan bergejolak timbul tenggelam ketika mengetahui orang Indonesia menjadi pengguna terbanyak di beberapa media sosial seperti Facebook, Twitter, Path dan Linked In. Oke, kita sudah tidak buta teknologi. Oke, kita golongan yang terbuka terhadap semua informasi baru. Oke fix, kita ghaul ghelaakk.

Tidak hanya kabar gembira tentang ekstrak kulit manggis yang tersebar ke seluruh smartphone anak ghaul, tapi juga kabar-kabar menyedihkan seperti perang nuklir yang menyerang saudara-saudara kita di Ghaza. Sungguh seru melihat kita, anak ghaul Indonesia bisa merasakan hal yang sama. Turut prihatin terhadap peperangan yang ada.

Satu yang saya sayangkan dari sekian banyak kebaikan yang sedang coba disebarkan oleh kawan-kawan yang berhati mulia, kurang pahamnya mereka dengan kode etik penyebarluasan informasi yang berbuntut jadi cybercrime. Ah, saya sedih loh liat foto-foto jenazah adek-adek yang lucu dan tak berdosa itu berlumur darah dan dicium oleh kakak atau bapaknya yang menangis. Saya juga sedih liat Pak Jokowi ato Pak Prabowo didandanin ala cewek-cewek bitchy yang mau bikin porn movie.

Kecepatan penyiaran informasi ini membuat fungsi jejaring sosial jadi semakin bias. Yang semula digunakan untuk media penyambung silaturahmi, jadi media forum diskusi dimana mereka yang paling banyak di RT dan  dapat emote laugh atau sad seakan menjadi bintang di linimasa. Satu yang tidak berubah dari fungsi media sosial ini, dia tetap digunakan menjadi alat paling kuat sebagai media pencitraan. Bukan pencitraannya Jokowi dan Prabowo. Tapi pencitraan dari masing-masing akun itu sendiri. Sementara fungsi media sosial bagi saya, apapun namanya tetap sama, tempat sampah online easy access yang tidak harus di recycle karena tidak akan menjadi polusi untuk siapapun.

Tapi dengan tidak harus di recycle bukan berarti semua sampah bisa kita buang di media sosial bukan??


Regards,
Active Netter

0 komentar:

Posting Komentar