Home

24 Okt 2016

Ternyata menikah itu....

Ternyata menikah itu, banyak perkara yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Menikahnya sih ya begitu saja. Berdiri diatas pelaminan selama 2 jam, mengikuti arahan pranotocoro dan fotografer untuk tersenyum sambil melakukan ini itu. Bangun pagi dan lelah dirias serta semangat mempertahankan kepala agar tidak jatuh ke belakang karena berat. Menikahnya ya sebatas itu.

Tapi ada beberapa hal setelah menikah yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Tentang bagaimana saya akhirnya sungguh bisa meladeni si suami dengan penuh persembahan layaknya budak. Tentang bagaimana akhirnya bisa melihat jari manis menggunakan cincin kawin. Akhirnya bisa mempunyai keluarga baru dan berada di tengah interaksinya.

Tapi ada satu hal yang saya tidak pernah bayangkan sebelumnya. Tentang bagaimana perkara menstruasi menjadi hal yang penting. Sejak awal menikah semua orang mendoakan saya itu, apalagi kalau bukan supaya cepat dapat momongan. Yang paling lucu karena si suami pun semangat memperlakukan saya seperti layaknya istri yang sedang hamil, suka elus elus perut dan suka takjub pas saya makan banyak padahal emang lagi laper.

Lalu sampai tiba ketika saya bilang, "kayaknya aku dapet deh, soalnya udah agak flek flek gitu..."

Saya bicara dengan bergetar, dengan takut-takut. Lalu dia memeluk sambil bilang, "kok aku sedih ya...". Tiba-tiba mata saya berair. Mata dia pun terlihat berkaca-kaca. Ini, adalah momen paling mengharukan yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Lalu tiba-tiba kami menjadi takut. Kami menjadi saling merasa bersalah. Dan kami pun menguatkan satu sama lain, "Besok kita coba lagi yaa. Nanti kita perhatikan lagi tanggal baiknya dan jangan kebanyakan kesibukan acara seperti kemarin." Sambil tersenyum. Memastikan satu sama lain sama-sama baik-baik saja.

Ternyata menikah itu memang mengajarkan banyak hal. Memaksa kita untuk belajar banyak hal. Semoga pembelajaran ini dan itu yang akan kami terima akan semakin menakjubkan. Mudah-mudahan kami bisa tetap kuat dan tawakal dalam menjalankan kapal rumah tangga yang sederhana ini. Bismillah, kapal kami siap melaju.

28 Sep 2016

Big Thing : Marriage Life

Saya tidak tau benar seperti apa rasanya orang mau menikah. Hari ini adalah 4 hari sebelum saya resmi diakui oleh negara dan umat Islam di seluruh dunia untuk menjadi istri dari calon suami saya. Katanya orang-orang suka panik dan susah tidur kalau mau menikah. Akhir-akhir ini saya malah suka tidur jam setengah 9. Saya bingung mau ngapain kalau dirumah dan tidak boleh kemana-mana sementara jaringan Telkomsel tetep kekeuh di 3G dan tidak mau berubah ke 4G, dan film korea yang saya tonton sedang tidak seberapa menarik. Katanya menikah itu big thing.

Sampai saat ini, untuk saya pernikahan itu masih sekedar sebuah seremoni. Sebuah acara yang...ya dimana banyak saudara dan kerabat hadir untuk menyaksikan saya dipajang diatas pelaminan sambil mereka asyik mengomentari dekor, suhu udara, dan rasa makanan pada acara seremonial kami yang cukup banyak menggelontorkan uang dari kantong. Saya belum tau dimana big thing nya. Bagi saya big thing itu ada di kehidupan setelahnya. Berumah tangga.

18 Mei 2016

Saya sudah menarik selimut sambil memegang si apel putih yang sedang loading downloading plant vs zombie, game wajib main sebelum tidur. Memang belum berniat untuk tidur karena jam di kamar masih belum sampai angka 9. Entah kenapa malam ini dia berjalan sangat lambat. Lagu-lagu dari Spotify terlantun dari laptop yang terbuka di meja. Volumenya hanya 30%, tapi cukup untuk menjadi suara di malam yang sepi. Sampai tiba-tiba lagi Coldplay terputar dengan syahdu. Sendu.
Nobody said it was easy
Tiba-tiba saya merasa terpanggil untuk didepan layar dan menulis. Entah, hanya bagian lirik itu saja yang ingin saya letakkan di halaman ini. Entah mengapa saya tak mengambil jalan mudah dengan membuka aplikasi twitter, mengetiknya dengan singkat dan tanpa tenaga, menyebarkannya di timeline yang tanpa mention, lalu melanjutkan bermain plant vs zombie. Saya rasa saya sedang ingin mencurahkan sesuatu.

Entah apa korelasi lirik tersebut dengan malam ini, tapi rasanya ya begitulah. Saya sedang menjadi makhluk yang putus asa. Akibat terlalu banyak bermimpi tanpa aksi, buntutnya saya malah asyik dengan melodrama Korea yang suskes membuat saya begadang tiap malam. Agak merasa sedih karena beberapa cerita dan rencana yang pernah saya buat dulu ternyata tidak sesuai rencana. Entah mengapa luka awal taun itu tiba-tiba terasa lagi. Walaupun kata "entah" rasanya tidak patut saya katakan karena sebenarnya saya tau alasannya. Apalagi kalau bukan karena PMS. Every women feels it.

Pre Menstruasi Syndrom
Pre Marrital Syndrom

Ya....nobody said it was easy. Jadi ya sepertinya lagi-lagi harus mencambuk diri agar tidak berubah jadi pengecut lemah seperti isi odol yang pasrah terburai setiap kali dipencet untuk menuju lubang.

Absurd. Sekian saja,

13 Apr 2016

Saya Tidak Takut Tidak Punya Uang


Saya bukan orang yang takut tidak punya uang. Tidak punya uang bahkan sudah menjadi sahabat kental saya sejak jaman sekolah. Sampai saat saya cukup mampu menjadi pundi-pundi untuk mengisi kantong saya sendiri, saya pun masih sering merasa tidak punya uang. Mungkin karena saya selalu tau apa yang harus saya lakukan setiap kali saya tidak punya uang. Saya terlalu hafal dengan jalan keluarnya sehingga saya mungkin sudah tidak lagi terlalu merasa kagok atau bingung ketika lagi masa "tidak punya uang" itu datang.

Ketimbang tidak punya uang, saya lebih takut tidak punya semangat. Iya, bagi saya, ketika saya tidak memiliki sesuatu yang dinantikan untuk segera datang, itu sama seperti tidak punya semangat. Beberapa kali saya ada di fase itu. Dan saya melewatinya dengan cara yang berbeda-beda. Mungkin ada periode dimana ketika waktu aneh itu datang, saya malah menikmatinya. Menikmati tidak bersemangat. Menikmati menjadi makhluk tidak berguna yang menghabiskan waktu dengan makan, tidur dan bermain game, oh satu lagi, zina mata di online shop.

Itu adalah masa yang mengerikan dimana saya benar-benar menutup diri dari semua informasi dan aktifitas bahkan cahaya matahari yang bersinar. Tidak menonton TV, tidak baca berita, tidak membuka medsos, tidak membaca buku, apalagi pasang sepatu untuk sekadar jogging atau numpang makan mendoan di Senayan.

Ada masa lain dimana saya hanya hidup sebagaimana makhluk lain hidup. Bangun, mandi, bekerja, makan, minum kopi, pulang, tidur, dan seterusnya hingga saya bertemu akhir pekan. Bahkan saya tidak lega saat akhir pekan tiba atau merasa jengah saat Senin datang.

Entah mana yang lebih suram. Tapi bagi saya, tidak memiliki semangat itu mengerikan. Menjijikkan. Seperti hidup menjadi sampah. Saya tidak suka orang tidak berguna, itu mengapa kehilangan semangat terasa cukup mengerikan. Yah, ketika mendapati diri saya melewati satu pekan tanpa makna atau kenangan yang bisa diingat di kemudian hari, atau satu bulan dengan hal yang itu-itu saja dan menjadi suatu rutinitas menjemukan, ya...itu cukup mengerikan.

Dan ya, untuk permasalahan ajaib ini, jujur saja saya masih meraba-raba untuk melewatinya. Ada ketika saya mencoba mencambuk diri untuk melakukan perkerjaan pekerjaan rumah tangga yang tidak butuh otak dan hanya butuh tenaga seperti mencuci dan menyetrika. At least, melihat pakaian terjemur dan terlipat rapi menjadi sebuah pencapaian yang bermakna daripada memasukkannya ke toko laundry dan mengurangi jatah saya minum kopi.

Atau pernah juga saya mencoba untuk marathon film drama Korea dari pagi hingga gelap, demi saya tidak menyentuh ponsel untuk main game. Saya pikir, setidaknya saya tau beberapa kosa kata baru setiap kali saya nonton bahasa baru, seperti "Oppa" dan "Ahjumma". Haha...ya ya ya....saya tau, kata-kata tidak keren. Bahkan itu sudah melekat kencang di isi kepala gadis-gadis SMP jaman sekarang yang sangat tergila gila dengan Gu Jun Pyo atau joget bareng suju.

Suatu kali saya juga memaksa diri menjadi sedikit lebih berguna dengan baca-bca Al Qur'an dan terjemahannya walau hanya bertahan selama 30 menit dan berakhir dengan ngantuk atau scrolling timeline IG hingga habis kuota. Atau mungkin ya menurut saya paling bagus adalah saya pergi ke Gramedia, membeli beberapa buku, dan kembali ke kasur dengan tidak membacanya karena sudah terlalu lelah di sepanjang jalan.

Ya, begitulah hidup di Jakarta. Ketika semua orang disini sibuk ingin memperpanjang 24 jam nya untuk melakukan hal yang lain, saya memilih menikmati 24 jam yang saya punya dengan tidur dan tidka ambil pusing tentang hal-hal yang akhirnya tidak bisa saya lakukan, seperti datang ke kondangan ini dan itu, atau hadir di peluncuran buku penulis favorit saya, Aan Mansyur. Maaf ya mas Aan, gara-gara ngga jadi dateng ke peluncuran buku nya, sampai sekarang saya bahkan belum beli novel fabel O yang tersohor itu.

Oh life!

16 Feb 2016

Heh....aku tjapek jadi anak Jakarta.

Entah, rasa-rasanya saya mulai terbentuk dengan karakteristik warga-warga ibukota ini. Lama-lama dirasa tjapek juga loh. Banyak brand disini yang apa-apa segmentasinya untuk golongan menengah keatas. Lha....saya ini mulai jadi target pemasaran mereka juga kayaknya.

Bukan di segala lini sih, saya belum semoderate itu untuk apa-apa beli yang branded dan tersertifikasi MUI. Nggak kuat. Tapi kalo melihat bahwa saya dalam seminggu bisa ngabisin uang 150rb buat beberapa gelas kopi yang abis diseruput dalam sejam demi bisa lebih produktif rasanya kok agak lebay. Wong ya padahal ada internet di kantor dan dirumah. Bisa juga kok bikin kopi sachetan atau bikin single origin sendiri pake french press yang udah dibeli mahal-mahal. Tapi gimana, wong nyatanya kalo dikantor otak jadi buntu dan kalo dirumah mata jadi sepet.

Atau, sekarang mulai juga nih nyoba-nyoba beliin aneka lipstik matte, yang plis lah ya jangan sampe mamak saya tau harganya, bisa habis dia geleng-geleng 24 jam ngga brenti. Dulu perasaan saya cuma pake lipstik harga 35ribu itupun bisa ngerayu si mamak mintanya biar punya. Sekarang yasalam...sakti banget lah pokoknya.

Belom lagi bisa banget makan sushi sebulan sekali, steak seratusmapuluhribu sekali makan, trus makan nasi goreng junk food buat makan siang.

Untungnya belom sampe kebawa harus pake jilbab yang ada sertifikat halalnya biar hidupnya adem tentrem, padahal belom juga tuh jilbab bakalan dikunyah dan bisa bikin masuk surga ya kan. Ojo lah, kasian mas Dimas nanti kalo aku minta jilbab mahal-mahal. Cukuplah pasmina rawis seratus ribu dapet 6 aja udah bahagiak.

saya menyebut rasa itu : serah!

Sedikit kalau saya boleh saya bercerita, saya sedang berada yang mana saya sedang tidak bisa membedakan apakah saya sedang menjadi korban atau menjadi calon monster pemarah yang akan mengamuk memukul dan membalikkan semua meja di depan saya. Saya sedang menyadari ini ketika saya mencoba untuk bercerita kepada beberapa orang tentang masalah yang sedang saya hadapi.

"Lo nangis?"
"Kalo mau nangis, nangis aja lah.."
"Kalo gue jadi lo kayaknya gue udah nangis deh..."

Instead of crying, saya malah menghabiskan waktu saya dengan hal-hal tidak berguna yang seringkali saya lakukan, kalau saya sedang baik-baik saja. Menikmati film-film korea dan drama-drama picisan yang diputar di TV kabel dengan rating nyaris tidak pernah menyentuh angka 7 di IMDB. Menghabiskan waktu di depan gelas kopi mbak keriting warna hijau, dengan isi yang tidak pernah berubah, extra hot cappuccino. Tidur dari jam 9 gelap hingga jam 9 terang keesokan harinya. Mandi satu kali sehari. Makan junk food sepanjang minggu. Dan setelah semuanya berlalu begitu berkepanjangan, saya merasa postingan saya sebelumnya sangat wajar kalau memang terjadi. Saya memang seringkali menghabiskan waktu dengan hal-hal tidak berguna. Selain menjadi dewasa, ternyata menjadi berguna juga pilihan.

Saya hidup tampak seperti biasa. Padahal sebenarnya ada sebuah perasaan yang masih belum juga bisa lepas dari dalam dada dan kepala. Entah sedih atau marah, saya pun tak tau apa namanya. Mungkin jika kedua rasa itu digabung, saya akan menyebutnya dengan kata "serah". Ya seperti setiap gadis yang selalu menjawab ogah-ogahan setiap kali ditanya oleh sang kekasih "Kamu maunya apa?". Ya saya akan menyebut rasa itu "serah", dengan cara pengucapan yang sama. Yang mungkin jika dideskripsikan kedalam tulisan, istilah kata yang tepat antara sedih dan marah adalah "serah!"

Saya mulai mengurangi untuk menangis. Bukannya saya gadis anti air mata. Saya hanya sedang mencoba untuk mengalihkan air mata-air mata itu, dengan penyangkalan. Ya Tuhan, saya sadar bahwa saya adalah makhluk paling penuh penyangkalan sedunia. Tidak mau dibilang sedih, tidak juga memperlihatkan kemarahan kepada siapapun. Padahal jika dada ini tidak ada cover dan kepala ini tidak punya kulit, kalian pasti akan menemukan genangan air mata dan gulungan makian kotor.

Lalu saya mengalihkan makian - makian itu dalam suara-suara sumbang yang suka terdengar dari bibir saya, ketika saya mendengarkan lagu-lagu random yang sering saya putar dari playlist orang. Saya menghindari memainkan playlist saya sendiri ketika saya sedang serah! Menghindari saya akan memutar satu lagu secara berulang-ulang selama 24 jam. Saya tidak mau kekasih saya mati karena bosan mendengarkan saya menyanyikan lagu Sorry nya dek Bieber yang lagi terlalu sering saya dengarkan akhir-akhir ini.

Turning Calendar (again)

Mudah-mudahan ini hanya mimpi.....hanya mimpi....

Turning calendar, and 2016 was coming. Rasanya lagu Kisah Sedih di Hari Minggu punya mbak chacha keputer di telinga. Cepetnya....entah kenapa kerasa cepet 2015 berjalan. Ah, kata-kata itu selalu terucap di setiap awal taun. Time goes by, juph. And time to wake up because you've walked still for nothing.

Hard way to start this year. 1 hal yang masih sangat bisa disyukuri adalah sehat dan keluarga yang lengkap. Walaupun chaos kehidupan lagi nyenggol disana sini. But that's life.

Saya merenung, tentang apalagi yang harus menjadi resolusi saya tahun ini. Dengan kondisi kehidupan yang sedang carut marut begini, saya serasa agak ngeri untuk bermimpi. Bahkan cuma sekedar ingin berangkat tidur pun saya enggan. Sudah sekian puluh hari sejak kalender 2015 saya masukkan ke keranjang sampah, saya hampir selalu tidur diatas jam 12. Bukan karena kesibukan, tapi karena ketidak mampuan. Memang benar, isi kepala selalu menjadi ajaib di atas jam 11 malam.

Talking. Coffeeing. No longer writing. Not much books been ate. Sleeping. What will I be?

Long life.
Good laugh.
Hail Hittler. Huff!!