Home

21 Nov 2013

when some reason of smiles better keep untold

Terkadang mencintai kamu itu seasyik bermain game online di tengah malam di kamar yang hanya diterangi cahaya kuning dari lampu meja yang sudah mulai tertutup debu tebal. Serasa tak ingin berhenti. Mencintai kamu juga seasyik mendengarkan musik hype yang terputar kencang dari speaker super bass di mobil yang melaju kencang di jalan tol yang sepi kendaraan. Terlalu seru. Mencintai kamu seasyik menikmati ikan-ikan yang berjalan pelan mengitari terumbu-terumbu karang warna warni di air laut yang dingin namun begitu jernih. Sangat menenangkan.

Aku selalu merasa mencintai kamu semudah itu. Seharusnya. Seandainya aku tidak terlalu penakut untuk memulai membuka hati ini dan membiarkan kamu mengisi sedikit relung-relungnya yang telah mulai dingin karena lama tak ada yang mencoba untuk bertegur sapa dengannya. Aku masih terlalu pengecut untuk mencoba menulis satu kata untuk memulai lembaran baru buku hidup bersampul merah muda dengan gambar hati yang konon dilambangkan sebagai cinta. Tapi bagaimana jika ternyata mencintai kamu lebih mudah dari itu.

Ah, aku biarkan saja kupu-kupu cantik itu beterbangan di seluruh rongga perutku ketika aku sibuk bercanda dan sibuk membicarakan morat maritnya keadaan negara dan pemimpinnya itu. Aku biarkan saja tubuhku menghangat seketika ketika kamu bersandar dengan manja di bahuku yang kecil saat kamu asyik bermain iPhone putihmu. Aku biarkan saja ketika aku mulai sering tak bisa tidur waktu malam dan memutar kembali semua celoteh-celoteh ringanmu saat kita bersama beberapa jam sebelumnya. Aku biarkan saja ketika namamu secara otomatis terlintas ketika aku mengucap doa selepas sholatku

Terkadang aku ingin, membelai halus pipimu yang menghangat setiap kali malam mulai larut. Atau bermain dengan rambut ikalmu yang seringkali begitu berantakan karena kamu terlalu kerapkali menggaruknya sekalipun kepalamu tidak gatal. Terkadang aku ingin, menjadi orang pertama yang menyapamu dengan sebuah "good morning" walau hanya menggunakan messenger dan emote-emote centil. Terkadang keinginan itu seringkali aku kubur dalam-dalam pada akhirnya dan menjadi bunga mimpi yang terlalu membuatku sedih ketika aku akhirnya terbangun saat pagi.

Terima kasih, karena kamu begitu pandai membuatku tersenyum dengan begitu ringannya setiap kali matahari menyapa lewat celah gorden hijau tosca yang menggantung di jendela kamarku. Terima kasih karena kamu begitu pandai melepas lelahku dengan candaan-candaanmu yang selalu datang tak terduga ketika aku begitu lelah menatap monitor dan bermain dengan tuts-tuts keyboardku yang mulai pudar warna hurufnya. Terima kasih, karena setidaknya kamu membuatku sadar, bahwa aku masih bisa merasakan satu hal bernama cinta. Sekalipun tak nyata. Karena semuanya hanya akan tetap menjadi rasa yang tak akan pernah kita utarakan. Karena mungkin memang sebaiknya begitu.

0 komentar:

Posting Komentar