Saya percaya bahwa semua ucapan bisa menjadi doa. Itu mengapa saya begitu rajin berucap Amin setiap menemukan semua "doa-doa cantik tersembunyi" yang keluar dari bibir-bibir lawan bicara saya.
Seperti pagi ini ketika saya sedang berangkat mengantar doi ke bandara. Kebetulan saya bantu packing dulu pagi ini, jadi kami berangkat dari rumahnya naik taksi.
Agak lucu karena sepanjang perjalanan, si bapak taksi terus berkata keheranan:
"Kok bapaknya duluan sih Bu? Jadi ibu belakangan mudiknya? Emang ngga barengan bu cutinya?"
Dengan lumrah saya menjawab:
"Iya pak. Saya baru libur hari Jumat. Lagian kalo pulang hari Jumat semua, mahal tiketnya..."
Padahal kami memang pulang sendiri-sendiri. Doi ke rumahnya, saya kerumah saya. Di hari yang berbeda dengan tujuan yang berbeda. Bukan karena asas ekonomi penghematan biaya, tapi karena memang kami belum mengeluarkan uang dari satu rekening untuk satu tujuan yang sama.
Dalam hati saya merengut. Saya tidak sedang berbohong kan? Tentu saja karena jawaban saya memang tidak mengada-ada. Dan dia pun tidak bertanya dia siapa saya dan saya siapa dia. Hanya karena kami mulai jalan dari satu tempat yang sama, bukan berarti kami adalah pemilik dari tempat itu.
Dalam hati pula saya berteriak Amin keras-keras. Iya, saya berharap bisa menjawab pertanyaan yang terlontar dengan tanpa berfikir karena harus membuat rangkaian kata jawaban saya tidak terkesan dusta atau menimbulkan prasangka lain.
Kullu kalam addu'a
Setiap perkataan adalah doa. Ah, doakan saya yang baik-baik dengannya. Siapa tau dengan makin banyak yang mendoakan kami, makin didengarNya setiap lantunan-lantunan saya untuknya