Home

8 Des 2012

Kamu ingat dulu?

Kamu ingat bagaimana dulu kita berkenalan? Saat itu aku kesal setengah mati padamu. Karena kamu menanyakan kapan hari ulang tahunku di hari ulang tahunku. Menurutku hanya orang idiot yang melakukan hal seperti itu. Sejak saat itu aku tak lagi pernah membalas sapaan singkatmu di messenger tiap malam.

Kamu ingat bagaimana dulu kita bertemu? Saat itu kamu bilang kamu sedang ada di kotaku. Saat itu akhirnya aku mengajakmu bertemu dengan ditemani teman kita yang membuat kita berkenalan satu sama lain. Saat itu aku mengantuk karena baru tidur tiga jam. Saat itu aku hanya sempat melirikmu dari kaca spion tengah mobil. Saat itu pandangan kita bertemu. Saat itu pula aku pertama kali tersenyum padamu.

Kamu ingat bagaimana dulu kamu pertama kali tak sanggup bicara di hadapanku? Saat itu kamu mengantarku pulang setelah makan malam pertama berdua kita. Saat itu aku mencium taklim tangan hangatmu sebelum kamu pulang, layaknya seorang anak pada orang tuanya, layaknya seorang istri pada suaminya. Saat itu kamu hanya tertegun memandangku. Saat itu aku tau aku telah jatuh cinta padamu.

Kamu ingat bagaimana dulu kamu pertama kali mengeluh padaku? Sore itu kamu berteriak-teriak kesal karena paginya kamu bangun kesiangan dan hampir terlambat datang ke kantor. Aku hanya tertawa. Saat itu kamu pertama kali mengeluh karena tidak pernah ada yang membangunkan kamu untuk Subuh atau segera beranjak ke kamar mandi dan bersiap-siap berangkat kerja. Esok paginya aku punya aku rutinitas baru setiap pukul lima pagi. Membangunkanmu dengan sapaan selamat pagiku.

Kamu ingat bagaimana dulu kamu pertama kali marah kepadaku? Malam itu aku memintamu dengan sopan untuk tidak membahas satu topik yang aku tidak pernah nyaman untuk membahasnya. Malam itu kamu marah. Semua pesanku tidak satupun kau balas. Aku berbicara panjang lebar berjam-jam lewat messenger seperti orang gila sedang berbicara dnegan tembok baja. Tak ada jawaban. Aku meminta maaf sampai hampir gila. Saat itu aku tak punya pulsa untuk sekedar mendengar suaramu untuk memastikan bahwa kau tak benar-benar marah padaku. Esok paginya untuk pertama kalinya kamu yang memberiku sapaan selamat pagi terlebih dahulu. Kamu ceria. Kamu tertawa seolah semalam tak terjadi apa-apa. Sepertinya aku mencintai orang gila.

Kamu ingat bagaimana dulu kamu pertama kali menggenggam tanganku. Saat itu sore. Langit sudah gelap. Entah karena mendung atau karena memang sudah petang. Saat itu aku bertanya kepadamu kemana kita akan melanjutkan semua ini. Aku tak ingin berhubungan jarak jauh. Kamu tak ingin berpacaran. Tak ada solusi. Kita terdiam. Aku mencoba mencandai kamu yang sudah mulai kalut karena begitu ingin memelukku padahal kedua tanganmu sedang sibuk dengan kemudi mobil. Saat itu kamu meraih tanganku dan memeganginya begitu erat. Saat itu aku tak bicara. Kamu tak bicara. Hanya roda mobil yang asik bercakap dengan jalan tol yang basah selepas hujan. Dan otak kita yang asik bercakap dengan entah siapa. Kamu melepasnya tak lama kemudian karena kamu hampir mengambil jalan yang salah untuk mengantarku pulang. Setelah itu kamu meminta maaf kepadaku.

Kamu ingat bagaimana dulu kamu pertama kali hampir menangis di hadapanku? Saat itu kamu baru saja menciumku untuk pertama kalinya. Aku tersenyum malu. Kamu diam menunduk. Aku duduk di hadapanmu sambil memainkan gelas berisi air putih. Lagi-lagi kamu meminta maaf kepadaku. Aku tersenyum lagi dan lagi. Saat itu kamu meminta aku jadi kekasihmu. Aku tersenyum lagi. Lalu menghambur ke pelukanmu.

Kamu ingat bagaimana kamu pertama kali duduk di ruang tamu rumahku? Saat itu kamu tertawa. Merasa menang karena akhirnya kamu bisa berkenalan dengan orang tuaku. Aku melipat wajahku sedemikian rupa karena sesungguhnya aku belum ingin mengenalkanmu dengan mereka. Sepanjang jalan aku mengomel. Saat itu kamu membelai kepalaku. Aku diam. Tentu saja karena kamu tiba-tiba mengatakan kamu cinta padaku. Sepertinya aku hampir gila malam itu.

Kamu suka berkata bahwa sayangmu padaku jauh lebih besar dari sayangku padamu. Aku selalu merasa kamu seringkali tidak adil setiap mengatakan itu padaku. Aku juga ingin, sesekali terlihat lebih menyayangi kamu. Walaupun aku tidak pandai berkata aku cinta kamu atau mengajak kamu makan malam romantis. Walaupun aku tidak pandai meberi kecupan selamat pagi seperti setiap pagi aku membangunkanmu lewat telepon. Mampukah kamu mengingatku sebaik aku mengingatmu? Apakah dengan begini aku sudah terlihat lebih sayang padamu?

1 komentar: