Home

6 Jan 2011

bab 1 aku memanggilnya Filippo

itu adalah kali pertama kali aku melihatnya. bukan. mendengar suaranya lebih tepat. sebuah lagu yang lagi in di jaman itu. ungu, dilema hati. bukan tipe lagu yang kusukai. tapi ketika dia menyanyikan lagu itu entah kenapa aku tergoda untuk mematikan IPod ku.

oya, perkenalkan namaku venus. aku bukan siapa siapa. aku hanya seorang penumpang di sebuah minibus warna kuning di kota yang sangat panas bernama Semarang. heran juga mengapa kota sepanas ini masih saja bisa banjir di musim musim tertentu.

siang ini, aku sedang menuju ke kampusku seperti biasanya, dengan bus biasanya, dan di tempat duduk biasanya. aku lebih suka mengambil nomor 2 dari pintu, atau letaknya tepat di tengah minibus warna kuning ini. entah kenapa dinas perhubungan memberi warna kuning pada bus koperasi ini. kota ini sudah panas, wahai para pejabat. tanpa kalian beri warna kuning, matahari yang selalu berdiri dengan gagah di atas kota sudah membuat semua pandanganku di jalan raya yang mulai penuh dan berdebu itu tampak berwarna kuning.

sebenarnya ada beberapa kendaraan roda empat dirumah. tapi aku tak tertarik untuk menaiki mesin-mesin yang membuat kota kelahiranku ini semakin panas. kulirik casio di tanganku. jam 10. demi God, ini seperti jam 1 siang panasnya.

seberapa hinanya diriku
hingga kau ludahi semua yang kuberi untukmu

kukeluarkan Xperia dari dalam tas belel abu-abuku. satu pesan diterima. nama mama tertera di layar. ah, malas aku membacanya. pasti hanya sekedar bilang, "kabarin mama kalau uda sampe yaa...". aku uda 2 tahun kuliah, dan hampir tiap kali berangkat sms itu ga pernah absen, 15 menit setelah aku ninggalin pager rumah.

kugeser jendela di sebelah kiriku agar terbuka lebih lebar. rasanya keringatku tak berhenti menetes. bisa bisa kaos merah 3secondku basah saat aku sampai kampus. petikan gitar dari pengamen itu masih berbunyi nyaring. suaranya tidak buruk. aku mengais recehan di bagian depan tasku. nihil. dengan enggan kubuka dompetku dan ku ambil selembar uang seribuan.
lagu pertama telah selesai. dia beralih ke lagu kedua. the reason, hoobastank. pengamen macam apa ini tau lagu hoobastank? aku menoleh, dan terperangah saat itu juga? bagaimana mungkin dia hanya menjadi seorang pengamen?

seorang laki- laki usia 24an berdiri di samping pintu membawa gitar yang penuh sticker bendera negara-negara dunia. bendera Indonesia paling besar tentu saja, di bagian bawah senar. bukan, bukan itu yang menarik. dia luar biasa tampan. dengan alis tebal dan rambut ikal yang sedikit gondrong, kulit putih dan senyum menawan. demi God, dia tidak pantas berada di dalam bis kumuh ini.

ku perhatikan, wajahnya lebih mirip dengan Filippo Inzaghi pesepakbola idolaku, dan senyum menawan khas Ben Barnes. dia tersenyum diantara nyanyiannya, dan dua lesung pipit terlihat di kedua pipinya. aku membenahi posisi kacamata Levi's ku. iya, pengamen itu menawan.
tidak ada efek dingin seperti di iklan-iklan tivi saat seorang wanita berkeringat melihat pria tampan di kepanasan. tidak. bis ini tetap saja terasa panas. si Filippo masih asik memetik senar-senar gitarnya hingga the reason selesai dia nyanyikan. dan selama itu, tanpa sadar aku juga menggoyangkan bibirku untuk ikut bersenandung kecil. itu lagi kesukaanku, dan aku bisa memutar lagu itu dengan merepeatnya 10 kali nonstop dari Ipod ku.
dia mengakhiri ngamennya dengan satu ucapan terimakasih khas pengamen jalanan. 2 tahun aku naik bis ini, kenapa baru sekali aku liat ada pengamen tampan ini? trayek baru dia mungkin, kupikir.

dia mulai mengeluarkan bungkus piatos rasa keju untuk menadah recehan dari tangan-tangan dermawan para penumpang. ku masukkan uang seribuanku saat dia sampai di sebelahku. dia tersenyum, dengan lesung pipit menghias kedua pipinya dan ucapan terima kasih yang terlihat sangat tulus. menawan. dan dia berjalan lagi.

ah....aku memang tidak merasa bis itu dingin tadi, tapi sekarang aku merasa bis ini jadi lebih panas daripada sebelum pengamen menawan itu naik. ku ambil permen choclairs di tas depanku. ku makan dan aku siap membuang bungkus permen itu dari jendela ketika ada tangan dari luar jendelaku yang menangkap bungkus permenku.

"kota ini udah banjir mbak, satu bungkus permen juga ikut andil lho..." suara seorang lelaki diluar bus mengagetkanku. aku menoleh.

pengamen tadi rupanya sudah berada di luar bis, berhenti di salah satu traffic light yang sedang menyala merah. aku tak bersuara. dengan canggung kututup jendela bisku. baiklah, sekarang minibus kuning ini seperti oven berjalan yang sedang digunakan untuk memanggang bolu manusia.

2 komentar:

  1. simple yet sweet
    bagus, cuma ada inkonsistensi di penggunaan kata-kata
    semisal, di awal penulis dituliskan sebagai "aku" namun masuk ke tengah berubah jadi "gw"
    dan sepertinya mbaknya buru-buru posting ya?
    hehe, istilah asing ada baiknya di italic, terus hindari penggunaan akronim made in sendiri, kayak "siapa2", belajar EYD aja si *saya juga sedang belajar, terus ada lagi demi God? mungkin maksudnya "for the God sake"
    hohoho, maaf nih komentarnya banyak, lagi pengen menghujat
    =)

    BalasHapus
  2. sudah diEDIT. kecuala kata demi God. itu bukan bahasa Inggris yang sebenar2nya kok emang
    :p
    silahkan dihujat lagiii
    :D

    BalasHapus