yang saya tahu memang masih banyak orang yang mudah tersinggung dengan pembicaraan yang mengandung unsur SARA. belajar dari satu kejadian yang baru saja dialami oleh seorang teman saya. bermula dari kawan2 lain yang sedang membicarakan seorang teman saya yang lain. sebut saja namanya Elang. di sepanjang timeline yang saya lihat, teman2 saya ini terlihat begitu emosi kepada si Elang karena dia hampir mengadu domba dua kelompok penugasa kampus dengan menggunakan alasan menghadiri satu acara di kelompok A, untuk mangkir datang di acara kelompok B.
ada satu teman saya, sebut saja namanya Erika, membuat satu twit yang kurang lebih seperti ini:
sekarang lagi model banget nyindir, maki2 orang lewat twitter, padahal kalo ketemu nyengir2 kuda. dasar #orangjawa
wiii.......satu twit itu akhirnya menimbulkan keadaan timeline yang lebih panas. berbagai makian dan hujatan dilontarkan kepada Erika. kebetulan, teman saya ini memang bukan orang Jawa (anak ibukota, red). dan puncaknya adalah teman saya yang merasa paling tersinggung dengan pernyataan dia ini, mem-print screen tweet tersebut untuk selanjutnya diupload di grup FB. alhasil, tidak hanya TL yang ramai, grup pun menjadi ajang umpatan gratis. beruntung saya tidak punya BB, jadi notif yang masuk tidak terlalu mengganggu.
heeemm....ini pun baru saja terjadi pada saya. ketika saya berbicara dengan seseorang, dan salah2 sangka ternyata dia tidak suka dengan saya yang mudah memanggil seseorang dengan sebutan Beb, sayang atau cinta. untuk itu saya masih terima, ketika akhirnya dia membawa identitas saya sebagai wanita berjilbab. wwwwiiiiiiiiii.....rasanya seperti ditampar. antara marah dan sedih seperti bercampur jadi satu. saya merasa terpojok.
tapi taukah kamu?? hal-hal seperti diatas tadi sebenarnya bisa menjadi satu pembelajaran yang baik untuk kita. bahwa tidak semua orang memiliki selera humor dan bercanda yang sama dengan kita. bahwa sedikit banyak identitas yang kita miliki mempengaruhi penilaian orang terhadap kita. baik dari suku, agama, ras, semuanya. bahwa terkadang mulut juga bisa menjadi boomerang bagi kita sendiri. dimana disini saya melihat kedua pelaku yang membawa identitas diri saya dan menggunakan hashtag orang jawa dalam konteks bercandanya pada akhirnya merasa sangat menyesal. jadi, tidak ada salahnya belajar mengaplikasikan ilmu yang sudah kita dapat sebagai orang berpendidikan dengan mencoba menata kembali setiap kata yang meluncur keluar dari mulut. bukankah perbedaan itu dimaksudkan untuk saling melengkapi, bukan mengintimidasi satu sama lain kan??
0 komentar:
Posting Komentar